Apakah Kami Nakal, Bu?

Assalamualaikum guys... how’s your day? Mugo-mugo berkah seberkah hujan yang turun di Bulan Juni ya... Jadi hari ini mau bahas first impression alias kesan pertama mengajar di SMP di dekat rumah. Lho... mengapa tiba-tiba membuat postingan kesan pertama mengajar di SMP tersebut?

 

Awal mulanya, aku membuat tanya jawab di sosial media. Rencananya, dengan pertanyaan yang nantinya menarik untuk dibahas itu aku mau buat postingan blog. Tapi eladalah, netizen seantero sosial media malah tanyanya “kapan nikah”, “kapan kawin”, “kapan punya pacar”, dan kapan-kapan yang tentunya akan saya jawab kapan-kapan, dan bukan hari ini.

Dan di antara pertanyaan-pertanyaan yang bercokol itu, saya menemukan satu pertanyaan menarik dari murid di SMP yang sebut saja namanya bunga. Wkwkwkw. Pertanyaannya, “Tanggapan bu guru saat masuk kelas 8E yang terkenal kenakalan ga perempuan dan ga laki”.



Dari pertanyaan di atas, ada beberapa poin yang bisa saya lihat. Pertama, anak-anak menyadari dengan baik bahwa apa yang mereka lakukan adalah kenakalan. Kedua, ada perasaan senasib sepenanggungan dalam satu kelas. Tidak ada perbedaan gender terhadap cap nakal baik untuk siswa laki-laki dan perempuan. Itu menurut mereka.

Baca juga : Berpisah baik-baik part 3

Melihat pertanyaan ini, saya malah penasaran apa mereka menganggap dirinya nakal sebab dilabeli orang lain atau mereka sendiri yang melabeli dirinya nakal. Tentang hal ini, suatu hari nanti semoga saya bisa mencari tahu ya guys.

Sekarang tiba saatnya untuk menjawab pertanyaan, bagaimana kesan pertama mengajar di kelas 8E?
Jujur, saat pertama memasuki kelas ‘I think they are cute and lovely’. Meskipun ramainya saat bertemu guru nggak jauh beda saat datang ke konser, wkwkw. Tapi seperti anak-anak SMP umumnya, mereka memiliki mata hangat generasi emas Indonesia beberapa tahun yang akan datang. Hanya saja, saat itu mereka belum menunjukkan versi terbaik dirinya di hadapan saya. Semoga setelah ini, ada banyak hal yang membuat mereka pada akhirnya menunjukkan sisi terbaiknya.


Baca juga : berpisah baik-baik part 1

Beberapa hal yang saya amati dan agak mengganggu adalah baju yang tidak rapi dan dengan sengaja memakai jaket dan topi di dalam kelas. Sekilas saya lihat, mereka yang memakai jaket bukan mereka yang sakit. Ini seperti ajang eksistensi diri. Saat memakai jaket, mereka terlihat berbeda dari temannya yang berseragam.

Padahal jika mau memahami dengan baik, inti dari berseragam sekolah adalah meluruhkan perbedaan. Dengan seragam, kita semua terlihat sama. Tidak ada perlakukan istimewa bagi mereka yang kaya, miskin, dan sebagainya. Saat memakai seragam, tidak ada persaingan brand, tidak ada taksiran mahal murahnya harga seragam, semua sama. Berbeda saat memakai jaket, tentu ada persaingan merk jaket yang dipakai. Bahkan, ada pula persaingan motif jaket nantinya. Karenanya, saya berharap mereka hanya memakai jaket saat di luar gerbang sekolah.

Oia, suatu hari di sekolah ini saya bertanya kepada seorang murid mengapa dia sengaja melakukan hal-hal kurang baik (baca: nakal). Dikisahkannya, dulu si anak ini tidak pernah mencari masalah alias pendiam dan patuh terhadap guru. Sayangnya, akibat sikapnya itu dirinya dibully oleh teman-teman di sekolahnya.

Baca juga : Berpisah baik-baik part 2

Tak kuasa menceritakan hal itu terhadap orang tua dan guru, anak ini mencari jalan alternatif hasil mencoba-coba sendiri. Cara itu adalah dengan melawan teman-teman yang membully. Berawal hanya dari melawan, hal ini malah berakhir menjadi kebiasaan. Dan pada akhirnya, dia menjadi pembuat masalah.

Berkaca dari kisah ini, saya jadi memiliki keyakinan bahwa anak-anak pada dasarnya tidak punya bibit kenakalan. Hanya, ada banyak faktor yang pada akhirnya mereka memilih jalan tersebut. Untuk itu, ada baiknya jika orang tua, guru, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memahami dan mendampingi anak-anak yang ada di sekitarnya. Anak-anak perlu didampingi untuk memahami, bahwa apa yang mereka tanam, tentunya itu yang akan mereka tuai.


Jadi kesimpulannya, siswa kelas 8 E pada dasarnya cute and lovely. Hanya, mereka belum menunjukkan sisi terbaik dari diri mereka masing-masing. Saya tunggu ya Nak, sisi terbaik diri kalian.


Lanjut ke pertanyaan lain tentang perjuangan seorang guru.


Perjuangan guru saat ini bukan cuma melawan kebodohan baik dari sisi akademis maupun sikap. Tapi lebih jauh, banyak sekali informasi di internet yang ditelan mentah-mentah oleh anak-anak. Karenanya, banyak PR yang menjadikan guru semakin harus berjuang.





Comments

Post a Comment

Terima kasih telah memberikan komentar. Tunggu kunjungan balik saya ke Blog teman-teman :)