Berpisah Baik-Baik Part 3

Sebelum mulai membaca tulisan ini, sudahkan kamu membaca tentang berpisah baik-baik part 1 dan part 2? Jika sudah, pasti di benak pembaca akan bertanya mengapa judulnya berpisah baik-baik? Ya, karena seringkali penulis mendengar banyak sekali perpisahan yang tidak baik di dunia ini.


Meski penuh kata maaf, pun dengan embel-embel “kamu terlalu baik” yang sepertinya kontradiktif dengan kenyataan, rasa dipaksa untuk meninggalkan sesuatu yang menurut kita berharga itu amatlah berat. Butuh waktu yang cukup lama untuk merelakan. Dan bisa jadi, saat waktu berlalu pun masih ada sisa nyeri yang tak kunjung terobati. Ya, karena itu bukanlah perpisahan yang baik.



Di episode berpisah kali ini, aku akan mengawali tulisan ini dengan mengenang seorang murid bernama Teuku. Namanya yang unik, seringkali membuatku mempelesetkannya menjadi lagu, “Teuku di dalam hati”. Lirik aslinya, teguh di dalam hati. Tapi bukan sekedar pelesetan, sesungguhnya, Teuku dan murid-murid di SMPN 6 Malang memang benar ada di dalam hati penulis.
Dan siang ini, Teuku baru saja menyapa mengucapkan selamat hari raya. Terima kasih Teuku, terima kasih untuk muka polos, lugu, tapi terkadang usil itu. Sangat menghibur.


Selanjutnya ada anonym, yang jelas ini anggota OSIS. Di sini ditulis, “jangan lupain kita (OSIS) ya bu”. Tentu Nak, bagaimana bisa saya melupakan OSIS setelah menjalani banyak hal bersama kalian. Bu Aini tidak jengkel kepada kalian, hanya saja kurang stok kesabaran. Hehe... Peace, and love you as all always.

Lanjut ke M. Iqbal, apakah ini Iqbal OSIS? Semoga benar ya, dan sepertinya benar, hehe... Jadi kenyataannya, saat menjelaskan sesuatu terkadang saja mirip kereta ekspres, cepet nggak ada rem gitu ya. Karenanya, terima kasih untuk kalian yang setiap saat minta diulangi penjelasannya. Kedepannya, saya akan berusaha selow ya.


Berikutnya, dengan tanda tangan di bawah, from your lovely boy, you know how much I love you all Nak. Azel Khansa ini termasuk murid yang saya ajar dari awal di SMPN 6 hingga bertemu lagi di kelas 8 sebagai anggota OSIS. Memiliki beberapa prestasi berlari, Azel ini satu dari sekian banyak atlet kebanggaan Spentaloka.


Saya mengingatnya sebagai murid yang di awal-awal hobi sekali tidur di berbagai kesempatan. Di akhir-akhir seperti apa? Kurang begitu tahu sebab sekarang saya tak lagi membersamainya. Semoga menjadi lebih baik ya, Nak.  Semangat, Azel.

Pesan berikutnya ada dari tanpa nama, katanya Bu Aini saat mengajar suka menciptakan quote inspiratif. Asline guduk quotes sih, cuma Bu Aini harus menyampaikan hal-hal yang nggak ada rek di buku pelajaran kalian. Adanya di pelajaran hidup, begitu. Ada tulisan yang dicoret-coret, tapi masih terbaca. Bunyinya, “Bu Aini mengajarkan bahwa jangan jadi guru”. Btw, itu masih ada lanjutannya.



Bu Aini dulu mengatakan, “Jangan sekali-kali berniat menjadi guru jika kamu hanya yakin bisa mengajar, tapi tidak mampu mendidik. Jangan menjadi guru jika kamu mengira guru tugasnya hanya menerangkan ilmu-ilmu yang ada di buku di depan kelas, dan selesai sampai di situ. Tugas guru itu banyak, kamu akan membuat rencana pembelajaran, perangkat administratif, evaluasi, melakukan bimbingan konseling bagi murid, melayani orang tua yang ingin berkonsultasi tentang anaknya, dan tentunya berusaha agar muridnya menjadi orang yang lebih baik. Tugas guru, 24 jam plus-plus sehari”. Itulah yang saya katakan pada anak-anak.

Saya mengatakan hal-hal itu agar anak-anak tahu bahwa tugas guru itu tidak segampang yang mereka lihat. Saya ingin mereka memahami dengan baik, agar tak sampai salah kira. Guru sama sekali bukan pekerjaan yang mudah. Profesi ini butuh stok kesabaran yang bergunung-gunung banyaknya. Harapan saya, jika setelah mendengar tugas guru yang amat beratnya mereka tetap ingin menjadi guru, di masa depan mereka akan menjadi guru-guru yang hebat. Guru-guru yang tidak mudah menyerah meski dihadapkan dengan generasi yang dengan mudahnya mengucapkan *angsat, t*i, dan lainnya.

Berikutnya, murid yang sangat dekat dengan Pak Mudji pengatur sound di Spentaloka, Vidho Lazuardi. Terima kasih untuk selalu mengatasi urusan sound-sound ini bersama teman-teman OSIS yang lain ya. Dan terima kasih untuk tidak menyerah pada OSIS hingga hari ini. Proud of you.

Naia Angel, terima kasih juga telah mendengarkan saya dengan cukup baik. Kita pernah berbicara banyak tentang memanusiakan manusia ya. Kepada siapapun, kepada orang-orang di bawah kita saat berorganisasi, meski ada hierarki, penting bagi kita untuk memanusiakan manusia. Bagaimana saya bisa melupakan kalian yang suatu kali membuat hati saya buncah karena bahagia. Dan suatu saat pernah juga membuat hati ini pedih, namun menyisakan banyak pelajaran hidup yang berarti. Good luck Nai..


Selanjutnya masuk pada bagian paling menegangkan. Saya khawatir, setelah membaca ini saya akan rapuh, menyalahkan diri sendiri, atau justru bangga dengan pemikiran seorang siswa kelas 8 SMP. Mengapa? Karena untuk seusia anak ini, tentunya apa yang ditulis begitu jujur, berani, dan menggambarkan betapa matangnya cara berpikir seseorang. Saya yakin, apa yang dipikirkannya jauh lebih mengejutkan ketimbang hal ini.


Beberapa tulisan yang sangat berani di antaranya, “Maaf bu selama ini saya belum bisa memberi yang terbaik sebagai wakil ketua OSIS, karena saya hanya ingin merdeka bu, menjadi diri saya sendiri dan tidak merugikan orang lain”. Baiklah mari kita bahas. Pertama, saya yakin wakil ketua OSIS ini sudah berusaha memberikan yang terbaik. Tapi terbaik baginya, adalah yang sesuai dengan idealismenya. Sepertinya, beberapa kali apa yang saya katakan mungkin menjadikannya tidak merdeka. Tapi saya yakin, kemerdekaan yang dimaksud adalah kreatifitas yang masih di dalam ranah wajar. Menjadi diri sendiri memang baik. Tapi dengan syarat, diri sendiri yang dimaksudkan adalah diri sendiri yang baik menurut norma agama, norma kesusilaan, norma hukum, dan lainnya.

Young, Wild, Free 


Beberapa tahun belakangan, saya memang sering mendengar para remaja meneriakkan, young, wild, free. Tapi terkadang, tiga kata itu menyesatkan anak-anak muda. Mereka malah menggunakan masa muda mereka justru untuk bebas/merdeka mengungkapkan apa yang dirasakan tanpa disaring, tanpa ditimbang resikonya. Buas mengekspresikan apa yang diinginkan. Motoran kebut-kebutan misalnya, dengan dalih young, wild, free. Maka jadilah banyak hal yang mungkin tidak merugikan orang lain, tapi justru merusak dirinya sendiri. Narkoba, merokok, berpacaran bebas, dan lainnya. Jika rusak dirimu, maka imbasnya tak lagi pada dirimu sendiri. Orang tua, kerabat, bahkan teman akan merasakan imbasnya. Karenanya, penting untuk memaknai berbagai hal dengan benar.  

Menurut saya, mereka yang usianya sudah lebih tua dari kalian, tentu mempunyai banyak hal yang sudah dilewati. Karenanya, tidak salah mereka mempunyai pendapat atau masukan yang mungkin membantu kalian bisa menjadi orang yang lebih baik. Memang terkadang terkesan kolot, jadul, tapi cobalah bertanya, Pak, Bu, mengapa kami tidak boleh seperti ini atau itu? Bisa jadi, ada banyak tabir yang akan tersingkap setelah pertanyaan itu terjawab.

Lanjut di bagian, “Saya harap Bu Aini senantiasa bersetia pada kata hati apapun yang terjadi. Sampai jumpa Bu, kepada pertemuan di hari esok dengan diri yang lebih baik. Sengaja tidak “selamat tinggal” karena saya yakin masih ada waktu untuk saya membuktikan pada Bu Aini bahwa saya bukan hanya sekadar binatang jalang yang tersesat”.



Menanggapi beberapa baris kalimat di atas, saya akui bahwa beberapa kali sempat terlintas untuk menyerah menjadi guru. Karena saya pikir, pada pundak guru generasi ini dititipkan. Banyak hal yang membuat goyah dan nyaris menghianati keinginan hati. Hingga detik ini pun, saya masih banyak belajar, belajar, dan belajar bagaimana menjadi guru yang lebih baik.

Guru yang baik bukan membuat murid-murid pintar saja atau memiliki nilai yang tinggi. Tapi guru yang bisa menemani murid-murid untuk bisa jadi bangkit ketika mereka jatuh. Guru yang membuat murid-muridnya mengeluarkan versi terbaik dari dirinya. Guru yang bisa membuat murid-muridnya memahami etika, sopan santun, seorang anak yang bertanggung jawab.

Saya dengan sangat sadar, merasa selama ini belum menjadi guru yang baik. Karenanya, saya dan kamu harus berusaha menjadi orang yang lebih baik setiap harinya. Jangan pernah menyerah. Suatu saat, kita berdua akan berjumpa dan saling menyapa, dengan diri masing-masing yang lebih baik. Mohon maaf lahir batin ya anak-anakku semua. Khususnya bagi penulis surat di atas, saya percaya, suatu hari nanti kamu akan menjadi seseorang yang sangat berarti bagi negeri ini. Semangat.


Benar, saya banyak kesalnya. Tapi, lebih banyak lagi sayangnya. Kesal karena masih peduli dan sayang pada kalian. Berharap kalian menjadi orang yang lebih baik lagi, lagi, dan lagi.

Terima kasih untuk doanya yang nampaknya sangat tulus. “Semoga Bu Aini cepat diberi jodoh yang cocok untuk Bu Aini”. Siapapun yang menulis ini, mendengar doa seperti ini saya sangat bahagia. Kalau anak-anak baik. Semoga berkah ya ilmunya.



Selanjutnya dari anggota OSIS lagi, pesannya saya suka. Katanya, jangan mendengarkan kata orang yang membenci bu Aini. Anggap saaja itu motivasi ibu menjadi yang lebih baik”. Terima kasih Nak. Pesan kamu ini berlaku untuk semua manusia. Pembenci sesungguhnya adalah motivator yang paling hebat. Karenanya, semakin dibenci, kita harus semakin menjadi orang yang lebih baik. Tapi, jangan sekali-kali menjadi pembenci. Sebab mereka selalu haus, dahaga yang tak pernah kunjung terobati.


Dari, cute very cute student, @zekeuw2019. Katanya, “maaf dari saya murid yang sering terlambat”. Nampaknya bukan saya yang harus menerima permintaan maaf ini. Tapi teman-teman kamu yang lain. Dalam sebuah organisasi, satu orang terlambat ibaratnya satu dari organ tubuh berfungsi. Karena itu, maka tubuh tidak mungkin bisa berjalan sempurna bahkan bisa berhenti total. Saya harap, kamu tidak akan meminta maaf lagi sebab di kemudian hari tidak akan mengulangi keterlambatan. Semangat, fighting!!!

Sebenarnya, Bu Aini tidak pernah lupa pada Salma. Bahkan, sering memanggil anak lain dengan sebutan Salma. Karena, kalian berdua mirip. Kita berdua sama-sama moody level pro, bagaimana ini? Padahal hidup tidak pernah bertanya apakah kita sedang bahagia atau sedang bersedih saat tiba-tiba menjatuhkan ujian. Ayo kita berdua sama-sama bersemangat ya Salma. Hwaitinggg!!!


Maaf juga ya saya sering marah-marah. Saya, hanya ingin melihat versi terbaik dari diri kalian. Karena, saya yakin kalian mampu melakukan banyak hal dengan baik.


Satria Wibowo, ingatlah pesan-pesan yang baik dari Bu Aini. Dan, abaikan jika ada sesuatu salah yang mungkin terucap. Lantas, semoga Tuhan merestui keinginan kamu untuk bertemu dengan saya saat kamu sudah dewasa dan sukses. Btw, saat kamu sudah dewasa sepertinya Bu Aini sudah nenek-nenek. Doakan ya, semoga Bu Aini awet muda, wkwk...

Terima kasih untuk pengertiannya, Mahira Syafa. Bu Aini sering kehabisan stok sabar. Semoga kalian kelak jadi generasi-generasi terbaik bangsa yang memiliki kesabaran seluas-luasnya.

Lanjut ke Hamba Allah yang mengaku bernama Adimas, wkwkw. Maaf ya kalau Bu Aini sering menyebut merk, lupa kalau nanti kena royalti. Doanya Adimas cukup ngeri ya, “semoga jadi Pembina OSIS lagi”. Sementara ini, Bu Aini mau kula’an stok sabar yang banyak dulu. Mau banyak belajar dulu sebelum mengemban tugas-tugas yang sejenis itu. Semangat terus Adim, Hamba Allah yang semoga makin sholeh. Dampingi adiknya terus ya, Nak.


Surat dari Adimas adalah yang terakhir yang saya tulis di sini. Mungkin ada beberapa yang terselip hingga tak bisa muncul. Tapi setiap surat, inshaAllah sudah dibaca dengan baik sambil senyum-senyum sendiri dan kudu nangis juga rek. Terima kasih anak-anak baik yang inshaAllah akan menjadi orang-orang lebih baik setiap harinya. Terima kasih atas doa-doanya, saran kritik, hingga ungkapan perasaan kalian.






Mohon maaf apabila ada beberapa kalimat yang mungkin tidak berkenan. Sekali lagi, mohon maaf lahir batin. Doa-doa terbaik untuk saya kepada kalian semua. Generasi-generasi emas calon pemimpin negeri ini. Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya.

With love, Aini.

Bagiku, OSIS / DG /Olimpiade Matematika / SMPN 6 Malang adalah cinta pertama. Yang karenanya, aku bisa belajar banyak hal, mampu banyak tertawa, pun diam-diam meneteskan air mata. Untuk kemudian, menyimpannya menjadi satu dari sekian momen paling spesial dalam hidup yang sangatlah berharga. Terima kasih, dan mohon maaf untuk semuanya.

Comments