Sebelum mulai membaca tulisan
ini, sudahkan kamu membaca tentang berpisah baik-baik part 1 dan part 2? Jika
sudah, pasti di benak pembaca akan bertanya mengapa judulnya berpisah
baik-baik? Ya, karena seringkali penulis mendengar banyak sekali perpisahan
yang tidak baik di dunia ini.
Meski penuh kata maaf, pun dengan
embel-embel “kamu terlalu baik” yang
sepertinya kontradiktif dengan
kenyataan, rasa dipaksa untuk meninggalkan sesuatu yang menurut kita
berharga itu amatlah berat. Butuh waktu yang cukup lama untuk merelakan. Dan
bisa jadi, saat waktu berlalu pun masih ada sisa nyeri yang tak kunjung
terobati. Ya, karena itu bukanlah perpisahan yang baik.
Di episode berpisah kali ini, aku
akan mengawali tulisan ini dengan mengenang seorang murid bernama Teuku.
Namanya yang unik, seringkali membuatku mempelesetkannya menjadi lagu, “Teuku di dalam hati”. Lirik aslinya,
teguh di dalam hati. Tapi bukan sekedar pelesetan, sesungguhnya, Teuku dan
murid-murid di SMPN 6 Malang memang benar ada di dalam hati penulis.
Dan siang ini, Teuku baru saja
menyapa mengucapkan selamat hari raya. Terima kasih Teuku, terima kasih untuk
muka polos, lugu, tapi terkadang usil itu. Sangat menghibur.
Selanjutnya ada anonym, yang jelas ini anggota OSIS. Di
sini ditulis, “jangan lupain kita (OSIS) ya bu”. Tentu Nak, bagaimana bisa saya
melupakan OSIS setelah menjalani banyak hal bersama kalian. Bu Aini tidak
jengkel kepada kalian, hanya saja kurang stok kesabaran. Hehe... Peace, and
love you as all always.
Lanjut ke M. Iqbal, apakah ini
Iqbal OSIS? Semoga benar ya, dan sepertinya benar, hehe... Jadi kenyataannya,
saat menjelaskan sesuatu terkadang saja mirip kereta ekspres, cepet nggak ada
rem gitu ya. Karenanya, terima kasih untuk kalian yang setiap saat minta
diulangi penjelasannya. Kedepannya, saya akan berusaha selow ya.
Berikutnya, dengan tanda tangan
di bawah, from your lovely boy, you
know how much I love you all Nak. Azel Khansa ini termasuk murid yang saya ajar
dari awal di SMPN 6 hingga bertemu lagi di kelas 8 sebagai anggota OSIS.
Memiliki beberapa prestasi berlari, Azel ini satu dari sekian banyak atlet
kebanggaan Spentaloka.
Saya mengingatnya sebagai murid yang di
awal-awal hobi sekali tidur di berbagai kesempatan. Di akhir-akhir seperti apa?
Kurang begitu tahu sebab sekarang saya tak lagi membersamainya. Semoga menjadi
lebih baik ya, Nak. Semangat, Azel.
Pesan berikutnya ada dari tanpa nama, katanya Bu Aini saat
mengajar suka menciptakan quote inspiratif. Asline
guduk quotes sih, cuma Bu Aini harus menyampaikan hal-hal yang nggak ada rek di buku pelajaran kalian.
Adanya di pelajaran hidup, begitu. Ada tulisan yang dicoret-coret, tapi masih
terbaca. Bunyinya, “Bu Aini mengajarkan bahwa jangan jadi guru”. Btw, itu masih
ada lanjutannya.
Bu Aini dulu mengatakan, “Jangan
sekali-kali berniat menjadi guru jika kamu hanya yakin bisa mengajar, tapi
tidak mampu mendidik. Jangan menjadi guru jika kamu mengira guru tugasnya hanya
menerangkan ilmu-ilmu yang ada di buku di depan kelas, dan selesai sampai di
situ. Tugas guru itu banyak, kamu akan membuat rencana pembelajaran, perangkat administratif,
evaluasi, melakukan bimbingan konseling bagi murid, melayani orang tua yang
ingin berkonsultasi tentang anaknya, dan tentunya berusaha agar muridnya
menjadi orang yang lebih baik. Tugas guru, 24 jam plus-plus sehari”. Itulah
yang saya katakan pada anak-anak.
Saya mengatakan hal-hal itu agar
anak-anak tahu bahwa tugas guru itu tidak segampang yang mereka lihat. Saya
ingin mereka memahami dengan baik, agar tak sampai salah kira. Guru sama sekali
bukan pekerjaan yang mudah. Profesi ini butuh stok kesabaran yang
bergunung-gunung banyaknya. Harapan saya, jika setelah mendengar tugas guru
yang amat beratnya mereka tetap ingin menjadi guru, di masa depan mereka akan
menjadi guru-guru yang hebat. Guru-guru yang tidak mudah menyerah meski
dihadapkan dengan generasi yang dengan mudahnya mengucapkan *angsat, t*i, dan lainnya.
Berikutnya, murid yang sangat
dekat dengan Pak Mudji pengatur sound di Spentaloka, Vidho Lazuardi. Terima
kasih untuk selalu mengatasi urusan sound-sound ini bersama teman-teman OSIS
yang lain ya. Dan terima kasih untuk tidak menyerah pada OSIS hingga hari ini. Proud of you.
Naia Angel, terima kasih juga
telah mendengarkan saya dengan cukup baik. Kita pernah berbicara banyak tentang
memanusiakan manusia ya. Kepada siapapun, kepada orang-orang di bawah kita saat
berorganisasi, meski ada hierarki, penting bagi kita untuk memanusiakan
manusia. Bagaimana saya bisa melupakan kalian yang suatu kali membuat hati saya
buncah karena bahagia. Dan suatu saat pernah juga membuat hati ini pedih, namun
menyisakan banyak pelajaran hidup yang berarti. Good luck Nai..
Selanjutnya masuk pada bagian
paling menegangkan. Saya khawatir, setelah membaca ini saya akan rapuh,
menyalahkan diri sendiri, atau justru bangga dengan pemikiran seorang siswa
kelas 8 SMP. Mengapa? Karena untuk seusia anak ini, tentunya apa yang ditulis
begitu jujur, berani, dan menggambarkan betapa matangnya cara berpikir
seseorang. Saya yakin, apa yang dipikirkannya jauh lebih mengejutkan ketimbang
hal ini.
Beberapa tulisan yang sangat
berani di antaranya, “Maaf bu selama ini saya belum bisa memberi yang terbaik
sebagai wakil ketua OSIS, karena saya hanya ingin merdeka bu, menjadi diri saya
sendiri dan tidak merugikan orang lain”. Baiklah mari kita bahas. Pertama, saya yakin wakil ketua OSIS ini
sudah berusaha memberikan yang terbaik. Tapi terbaik baginya, adalah yang
sesuai dengan idealismenya. Sepertinya, beberapa kali apa yang saya katakan mungkin
menjadikannya tidak merdeka. Tapi saya yakin, kemerdekaan yang dimaksud adalah
kreatifitas yang masih di dalam ranah wajar. Menjadi diri sendiri memang baik.
Tapi dengan syarat, diri sendiri yang dimaksudkan adalah diri sendiri yang baik
menurut norma agama, norma kesusilaan, norma hukum, dan lainnya.
Young, Wild, Free
Beberapa tahun belakangan, saya
memang sering mendengar para remaja meneriakkan, young, wild, free. Tapi terkadang, tiga kata itu menyesatkan
anak-anak muda. Mereka malah menggunakan masa muda mereka justru untuk bebas/merdeka
mengungkapkan apa yang dirasakan tanpa disaring, tanpa ditimbang resikonya.
Buas mengekspresikan apa yang diinginkan. Motoran kebut-kebutan misalnya,
dengan dalih young, wild, free. Maka jadilah banyak hal yang mungkin tidak
merugikan orang lain, tapi justru merusak dirinya sendiri. Narkoba, merokok,
berpacaran bebas, dan lainnya. Jika rusak dirimu, maka imbasnya tak lagi pada
dirimu sendiri. Orang tua, kerabat, bahkan teman akan merasakan imbasnya. Karenanya,
penting untuk memaknai berbagai hal dengan benar.
Menurut saya, mereka yang usianya
sudah lebih tua dari kalian, tentu mempunyai banyak hal yang sudah dilewati.
Karenanya, tidak salah mereka mempunyai pendapat atau masukan yang mungkin
membantu kalian bisa menjadi orang yang lebih baik. Memang terkadang terkesan
kolot, jadul, tapi cobalah bertanya, Pak, Bu, mengapa kami tidak boleh seperti
ini atau itu? Bisa jadi, ada banyak tabir yang akan tersingkap setelah
pertanyaan itu terjawab.
Lanjut di bagian, “Saya harap Bu
Aini senantiasa bersetia pada kata hati apapun yang terjadi. Sampai jumpa Bu,
kepada pertemuan di hari esok dengan diri yang lebih baik. Sengaja tidak “selamat
tinggal” karena saya yakin masih ada waktu untuk saya membuktikan pada Bu Aini
bahwa saya bukan hanya sekadar binatang jalang yang tersesat”.
Menanggapi beberapa baris kalimat
di atas, saya akui bahwa beberapa kali sempat terlintas untuk menyerah menjadi
guru. Karena saya pikir, pada pundak guru generasi ini dititipkan. Banyak hal
yang membuat goyah dan nyaris menghianati keinginan hati. Hingga detik ini pun,
saya masih banyak belajar, belajar, dan belajar bagaimana menjadi guru yang
lebih baik.
Guru yang baik bukan membuat
murid-murid pintar saja atau memiliki nilai yang tinggi. Tapi guru yang bisa
menemani murid-murid untuk bisa jadi bangkit ketika mereka jatuh. Guru yang
membuat murid-muridnya mengeluarkan versi terbaik dari dirinya. Guru yang bisa
membuat murid-muridnya memahami etika, sopan santun, seorang anak yang
bertanggung jawab.
Saya dengan sangat sadar, merasa
selama ini belum menjadi guru yang baik. Karenanya, saya dan kamu harus
berusaha menjadi orang yang lebih baik setiap harinya. Jangan pernah menyerah.
Suatu saat, kita berdua akan berjumpa dan saling menyapa, dengan diri
masing-masing yang lebih baik. Mohon maaf lahir batin ya anak-anakku semua.
Khususnya bagi penulis surat di atas, saya percaya, suatu hari nanti kamu akan
menjadi seseorang yang sangat berarti bagi negeri ini. Semangat.
Benar, saya banyak kesalnya.
Tapi, lebih banyak lagi sayangnya. Kesal karena masih peduli dan sayang pada
kalian. Berharap kalian menjadi orang yang lebih baik lagi, lagi, dan lagi.
Terima kasih untuk doanya yang
nampaknya sangat tulus. “Semoga Bu Aini cepat diberi jodoh yang cocok untuk Bu
Aini”. Siapapun yang menulis ini, mendengar doa seperti ini saya sangat
bahagia. Kalau anak-anak baik. Semoga berkah ya ilmunya.
Selanjutnya dari anggota OSIS
lagi, pesannya saya suka. Katanya, jangan mendengarkan kata orang yang membenci
bu Aini. Anggap saaja itu motivasi ibu menjadi yang lebih baik”. Terima kasih
Nak. Pesan kamu ini berlaku untuk semua manusia. Pembenci sesungguhnya adalah
motivator yang paling hebat. Karenanya, semakin dibenci, kita harus semakin
menjadi orang yang lebih baik. Tapi, jangan sekali-kali menjadi pembenci. Sebab
mereka selalu haus, dahaga yang tak pernah kunjung terobati.
Dari, cute very cute student,
@zekeuw2019. Katanya, “maaf dari saya murid yang sering terlambat”. Nampaknya
bukan saya yang harus menerima permintaan maaf ini. Tapi teman-teman kamu yang
lain. Dalam sebuah organisasi, satu orang terlambat ibaratnya satu dari organ
tubuh berfungsi. Karena itu, maka tubuh tidak mungkin bisa berjalan sempurna
bahkan bisa berhenti total. Saya harap, kamu tidak akan meminta maaf lagi sebab
di kemudian hari tidak akan mengulangi keterlambatan. Semangat, fighting!!!
Sebenarnya, Bu Aini tidak pernah
lupa pada Salma. Bahkan, sering memanggil anak lain dengan sebutan Salma.
Karena, kalian berdua mirip. Kita berdua sama-sama moody level pro, bagaimana
ini? Padahal hidup tidak pernah bertanya apakah kita sedang bahagia atau sedang
bersedih saat tiba-tiba menjatuhkan ujian. Ayo kita berdua sama-sama
bersemangat ya Salma. Hwaitinggg!!!
Maaf juga ya saya sering
marah-marah. Saya, hanya ingin melihat versi terbaik dari diri kalian. Karena,
saya yakin kalian mampu melakukan banyak hal dengan baik.
Satria Wibowo, ingatlah
pesan-pesan yang baik dari Bu Aini. Dan, abaikan jika ada sesuatu salah yang
mungkin terucap. Lantas, semoga Tuhan merestui keinginan kamu untuk bertemu
dengan saya saat kamu sudah dewasa dan sukses. Btw, saat kamu sudah dewasa
sepertinya Bu Aini sudah nenek-nenek. Doakan ya, semoga Bu Aini awet muda,
wkwk...
Terima kasih untuk pengertiannya,
Mahira Syafa. Bu Aini sering kehabisan stok sabar. Semoga kalian kelak jadi
generasi-generasi terbaik bangsa yang memiliki kesabaran seluas-luasnya.
Lanjut ke Hamba Allah yang
mengaku bernama Adimas, wkwkw. Maaf ya kalau Bu Aini sering menyebut merk, lupa
kalau nanti kena royalti. Doanya Adimas cukup ngeri ya, “semoga jadi Pembina OSIS
lagi”. Sementara ini, Bu Aini mau kula’an
stok sabar yang banyak dulu. Mau banyak belajar dulu sebelum mengemban
tugas-tugas yang sejenis itu. Semangat terus Adim, Hamba Allah yang semoga makin
sholeh. Dampingi adiknya terus ya, Nak.
Surat dari Adimas adalah yang
terakhir yang saya tulis di sini. Mungkin ada beberapa yang terselip hingga tak
bisa muncul. Tapi setiap surat, inshaAllah sudah dibaca dengan baik sambil
senyum-senyum sendiri dan kudu nangis
juga rek. Terima kasih anak-anak baik yang inshaAllah akan menjadi
orang-orang lebih baik setiap harinya. Terima kasih atas doa-doanya, saran
kritik, hingga ungkapan perasaan kalian.
Mohon maaf apabila ada beberapa
kalimat yang mungkin tidak berkenan. Sekali lagi, mohon maaf lahir batin.
Doa-doa terbaik untuk saya kepada kalian semua. Generasi-generasi emas calon
pemimpin negeri ini. Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya.
With love, Aini.
Bagiku, OSIS / DG /Olimpiade Matematika / SMPN 6 Malang adalah cinta pertama. Yang karenanya, aku bisa belajar banyak hal, mampu banyak tertawa, pun diam-diam meneteskan air mata. Untuk kemudian, menyimpannya menjadi satu dari sekian momen paling spesial dalam hidup yang sangatlah berharga. Terima kasih, dan mohon maaf untuk semuanya.
Comments
Post a Comment
Terima kasih telah memberikan komentar. Tunggu kunjungan balik saya ke Blog teman-teman :)