Bukan Aku, Tapi Tuhan Yang Memilihmu Untuk Kucintai

“Seandainya aku tahu kaulah ujung dari segala rasa. Obat dari segala luka. Dan penutup dari segala cela. Mungkin aku tak akan pernah terluka. Meski lama aku menanti. Karenamu aku tak pernah menyesal telah menunggu hari ini"



Terima kasih telah datang padaku saat harapku hampir mati, saat aku sungguh sekarat karena cinta. Terima kasih, suamiku.

Perkenalkan namaku Kaci, hari ini 23 April 2017 hari pernikahanku. Membayangkan apa yang aku alami selama ini, aku bahkan masih tak percaya hari bahagia ini datang juga. Setelah hancur lebur hatiku oleh harap pada orang yang salah, nyatanya engkau hadir sebagai penawar. Dengan cara yang tak bisa dilogika, dengan Tuhan yang merancang keindahan yang tak terkira. Dan aku akan menceritakan segala luka sebagai rasa syukur tak terkira, karena Tuhan telah menciptakanmu ke dunia untuk memilikiku.


Suatu kali aku membuka hati, berani bermimpi dengan dia aku bisa berbahagia, menua bersama. Maka aku tanam baik-baik benih kisah, dan berharap akan tumbuh indah bersama dia pada masanya. Entah bagaimana awalnya, datang hama yang merusak benih yang mulai tumbuh. Apa karena aku yang kurang merawat, atau dia yang membiarkan celah terbuka hingga masuk hama, ah… entahlah, entah yang entah. Yang jelas benih yang tumbuh prematur itu harus tumbang. Menyisakanku pada gamang, hati yang meremang. Dan berakhir kita buyar. Kau pun berlalu, secepat itu menemukan yang baru. Dan entah bagaimana, dialah sahabatku. Tapi sudah, aku tutup buku dan lukaku sirna bersama kata-kata manismu yang terlupa.

Pintu hatiku kembali tertutup, dan membuka perlahan sebab dirinya memberi hangat berupa harap yang kuat. Aku pun lamat-lamat tenggelam dalam aroma yang aku kira akan menjadi kisah manis. Waktu berbaik hati mengindahkan kisahku dan dirinya. Ramadhan tahun itu dirinya datang sebatas mengantar sebungkus nasi untuk sahur di dini sebelum turun subuh. Satu laku yang cukup membuatku merasa berharga, merasa dicinta.
Saat dirinya pun pergi ke negeri antah brantah yang bahkan aku tak tahu di mana itu letaknya, aku tetap percaya bahwa di suatu masa dirinya akan kembali dan memberikan ikatan suci pada diri ini. Kala itu, aku merasa dia dan aku hanya ‘kita’ yang terpisah jarak, pun hanya sementara. Aku pun telah bertemu ayah bundanya suatu waktu, melihat mereka membuatku membayangkan betapa indahnya jika ayah bunda dirinya akan menjadi ayah bundaku pula? Tentu berbahagianya aku.

Waktu pun berlalu, aku dan dirinya terpisah ruang. Meski begitu, aku selalu menyimpannya baik-baik di dalam hati dan berdoa kala nanti bersua akan menjadi suasana yang indah. Tapi kiranya anganku terlampau jauh, berharap ikatan suci dari dirinya hanya ilusi. Dan di suatu hari, dia tiba-tiba ingin berubah seperti teman sedia kala. Tak ada apa-apa, menganggap tak pernah ada apa-apa. Saat itu hatiku tiba-tiba koyak, detik jam berubah jadi menyakitkan. Tapi aku bisa apa? Hanya wanita yang bisa berharap tanpa bisa bertindak. Aku merasa dirinya hanya melempar harap palsu, dan sedihnya kenapa aku harus membesarkannya sepenuh hati. Hingga saat terlihat wujud asli, harap palsu yang tumbuh membesar itu menyesakkan hati. Hatiku tak kuat menampungnya hingga pecah air mata. Lagi, dan lagi aku terluka.

Sampai di titik lukaku mengering dan aku enggan lagi menemui pria-pria dengan seragam itu. Diam-diam aku berdoa, semoga Tuhan memberiku jodoh terbaik dari sisi-Nya. Jika bisa, janganlah pria dengan seragam itu sebab aku jengah. Tapi aku sadar, aku juga bagian dari mereka. Terkadang pun aku merasa bersalah, bukan seragam yang membuat kalian bersalah. Hanya, Tuhan sedang mengujiku dengan dunia.

Dan disaat aku telah lelah pada semua, disaat mimpi tentang cinta impian telah pelan-pelan aku kubur, engkau datang dari sudut yang tak kutahu. Hadirmu tak pernah menawarkan harap, tapi impian yang nyata. Dengan gagah kau sapa ayahku, kau mintakan aku untuk menemani sisa hidupmu. Kau percaya aku terbaik tanpa membanding-bandingkan dengan sesiapa. Dan engkaulah, engkaulah yang kini kuyakini sebagai muara terhadap segala cinta. Cinta karena-Nya, cinta yang dipilihkan-Nya, dan cinta yang suci oleh ikatan yang diridhoi Ilahi.

Karena pada akhirnya, cinta akan menemu siapa pemilik sejatinya. Maka, janganlah kalian berputus asa dan selalu berharaplah kepada-Nya.


*Barakallah Kaci dan suami. (Melonenya Kaci dan penulis)





Comments