Kamu setuju bukan, jika hidup
adalah sebuah perjalanan? Yang mana perjalanan itu pasti kita tempuh dengan
perasaan yang amat beragam. Tak sedangkal suka dan duka. Tapi di dalamnya ada
juga aroma kecewa, murka, ragu, percaya, harap, dan lainnya. Jika tahun lalu
aku memilih tulisan penghujung tahun tentang fakta diri sendiri yang merupakan kajian introspeksi, tahun ini aku memilih menuliskan perjalanan rasa.
Sebuah perjalanan yang penuh
dengan perubahan perasaan. Yang awalnya menyenangkan mendadak berubah menjadi
getir yang tidak enak. Sebaliknya, kegetiran menyiksa bisa seketika menjadi
pengantar manis yang menghibur. Dan, inilah dia, perjalanan rasa....
Sebuah puisi melepaskan, 26 Januari 2019
Dalam puisi itu, aku mencoba
mengungkapkan seorang tokoh “si aku” yang bersedia membantu seseorang meraih mimpi. Hingga pada
akhirnya mimpi itu terwujud, dan dia pun
terpaksa harus pergi jauh meninggalkan si
aku. Bagaimana kira-kira, menjelma lilin? Berjuang untuk memberi cahaya
lantas habis tanpa sisa, bahkan di kenangan pun tidak ?
Usaha yang menghianati hasil, 30 Januari 2019
Hanya mereka yang kuat yang mampu menyukai orang lain, 13 Februari 2019
Intinya, menjelma seseorang yang
merasa belum mampu menyukai siapapun. Semakin diyakinkan, semakin ragu pula ia.
Hampir tiba di akhir cerita, 16 Februari 2019
Pergulatan saat akan resign ke
tempat baru. Di situ, membuat keputusan untuk meninggalkan semuanya. Termasuk
meninggalkan pekerjaan yang sangat dicintai, selain menjadi guru tentunya.
Selamat pagi kamu, 29 Maret 2019
Saat seolah-olah menghibur orang
lain, percayalah bahwa sebenarnya ia sedang menghibur dirinya sendiri.
Sama-sama sulit, 14 April
Sedang beradaptasi di tempat
baru. Membiasakan hal-hal baru. Diminta menurunkan standar. Percayalah, saat
itu ini benar-benar sulit. Saat semua berlalu, semuanya rasanya melegakan.
Saengil Chukhahaeyo, 16 Mei 2019
Sindrom 16 Mei, setiap tahun di
bulan Mei dan di tanggal 16, selalu seperti ini selama 5 tahun terakhir. Kabar
baiknya, 2019 adalah tahun terakhir sindrom 16 Mei. Kabar buruknya, berganti
sindrom yang serupa dengan tanggal berbeda. Selalu, yang hilang akan berganti.
Efek setiap hari ditanya kapan menikah, 28 Juni 2019
Aku tidak merasa menjadi orang
yang menyedihkan lantaran belum menikah. Sebaliknya, orang-orang membuatku
merasa demikian dengan pertanyaan-pertanyaan menyudutkan dan menghakimi.
Keadaan mudah sekali berubah, hati kita? Apalagi... (12 Juli 2019)
Karena baik saja tidak cukup, 21 Juli 2019
Ini sebenarnya sindiran. Untuk
siapa? Diri sendiri. Mengapa? Karena merasa berbuat baik, tapi belum merasa
ikhlas.
Menyerah untuk sesuatu di luar kendali kita, 12 Agustus 2019
Aku masih punya hati, 19 Agustus 2019
Setelah mengabaikan banyak hati,
giliran pertama kalinya dalam hidup merasa diabaikan.
Roro Jongrang dan Lagu Fiersa Besari, 1 September 2019
Mendapati diri semakin tenggelam,
merasa ada yang salah dengan diri sendiri.
Tuhanmu tidak pernah meninggalkanmu, 23 September 2019
Percayalah, di bulan ini ada yang
setiap hari menyanyikan lagu, wake me up
when September ends.
Rancangan Tuhan, 27 September 2019
Jika bisa dibeli, berapa harga akhir kisah kita?, 4 Oktober 2019
Kali ini, kalah dengan murid
esempe yang berani mention salah seorang temannya. Wkkwkwkw
Janji Jiwa, episode dengan dua orang dokter gigi cantik, 20 Oktober 2019
Keluarga baru, 29 Oktober 2019
Kalian itu sandaran (abdi), jadi yang kuat ya, 2 November 2019
Hanya lakon dalam hidup, 11 November 2019
True Love, 12 November 2019
Episode mencintai diri sendiri, 12 November 2019
Episode berterima kasih pada diri sendiri, 6 Desember 2019
Sungguh, bukanlah kekalahan, 18 Desember 2019
Dari perjalanan rasa selama tahun
2019, aku ingin membuat kesimpulan yang terbukti benar untukku. Entah bagi
kalian, aku tak tahu.
“Bahwa, siklus hidup ini adalah diuji-diberi hadiah-diuji-diberi hadiah”. Ya, Tuhan yang menguji untuk kemudian memberi hadiah.
Satu siklus lagi yang benar-benar kentara,
“berdosa-diingatkan-berdosa-diingatkan”. Tuhan selalu mengingatkan kita, saat kita berniat melenceng atau setelah dosa-dosa yang kita perbuat. Agar apa? Tentu agar kita selalu kembali ke jalan-Nya.
Terakhir, di tahun ini ada film
yang membuat viral pernyataan, “Orang jahat terlahir dari orang baik yang
tersakiti”. Mohon maaf, saya sama sekali tidak setuju dengan pernyataan itu.
Menurut saya, orang jahat terlahir dari orang jahat yang sengaja tak diingatkan
Tuhan. Karenanya, dalam waktu yang lama, tetap saja ia terkungkung dalam
kejahatan. Gampangnya:
Orang jahat adalah orang jahat yang
nggak sakit-sakit.
Makanya nggak taubat-taubat.
Kalau ada yang bilang orang jahat
terlahir dari orang baik yang tersakiti, saya tidak setuju.
Palingan, itu baiknya pencitraan.
Permata, saat dilempar ke lumpur,
tetap permata bukan?
Itulah dia perjalanan rasa di tahun 2019. Sampai jumpa di
perjalanan-perjalanan lainnya. Semoga kita, menjadi manusia yang lebih baik
setiap harinya.
Bagi yang masih bersetia mengikuti perjalanan ini di 2020, terima kasih. Dan bagi yang menyerah dan memilih pergi, mari saling tersenyum saat tak sengaja berpapasan. Semoga kita semua berbahagia, meski tak lagi sejalan. Apaan sih, haha...
With all of my heart, Aini
Comments
Post a Comment
Terima kasih telah memberikan komentar. Tunggu kunjungan balik saya ke Blog teman-teman :)