Hasil yang Menghianati Usaha, Terkadang Kita Bertemu Jalan Buntu

Saat ini izinkan aku menyapamu hai begadang, telah berhari-hari aku meninggalkanmu tanpa pesan. Seperti seorang kekasih yang tetiba ingin pergi, dan terima kasih masih kau izinkan untuk kembali meski mungkin hanya setengah hati. Ah, pembuka tulisan kali ini membuat pembaca mulai linglung. Mungkin berpikir mengapa si penulis tak biasa, apa dia sedang berduka? Tidak, si penulis hanya ingin mengajakmu merenung sebentar. Jangan bergerak, dan diam sajalah. Jangan juga pergi apalagi tak kembali.


Di suatu kesempatan, kita pasti pernah dihadapkan pada pekerjaan yang bertubi-tubi. Rasa-rasanya tak berhenti. Rampung satu, tumbuh dua, usai dua, lantas diberikan lagi tiga. Dan di antara himpitan-himpitan pekerjaan itu, beberapa orang menghibur dengan pernyataan, “hasil tidak akan pernah menghianati usaha”. Itu kata mereka, benarkah?

Hasil pernah menghianati usaha

Mencari-cari jawaban pertanyaan itu, lalu aku memutar kembali jalannya waktu yang lalu. Mengenang kenang. Dan aku teringat seorang teman yang dulu mati-matian berusaha untuk kuliah di jurusan kedokteran. Di saat aku dan teman-teman lain bersantai, dia selalu membaca buku. Sepulang sekolahpun langsung menuju tempat les. Macam lesnya tak hanya satu, ada di gedung bimbingan ternama, ada pula les privat dengan guru yang datang ke rumahnya. Saat waktu pendaftaran dimulai, dia begitu yakin akan berhasil lolos jurusan kedokteran itu. Sayangnya, di tes pertama dia gagal.

Tak berhenti di situ, dia mencoba gelombang kedua, dan masih gagal juga. Kemudian ia putuskan mengikuti jalur mandiri, dan masih gagal juga. Tak putus asa, dia lantas berhenti satu tahun dan mempersiapkan diri di tahun berikutnya. Sayangnya, kejadian tahun sebelumnya terulang. Akhirnya ia memutuskan bertolak ke universitas swasta, tapi persiapan setahun belajarnya tak kunjung membuat ia lulus masuk kedokteran bahkan di kampus swasta. Akhirnya teman ini mendaftar di jurusan lain dan menyerah pada mimpinya untuk menjadi dokter. Hasil menghianati usaha bukan?

Baca juga :Bukan Aku, Tapi Tuhan Yang Memilihmu Untuk Kucintai

Cerita lain di memoriku adalah tentang bertani di kebun. Suatu hari aku melihat seorang teman di kampus menanam jagung di kebun kampus. Sebelum menanam, ia telah mempersiapkan lahan yang subur, diberinya semacam humus dan pupuk. Dipilihnya benih terbaik, benih paling unggul yang ada di pasaran. Ditanamnya dengan hati-hati, dirawat, disiangi, diberi air cukup, dan bahkan diperhatikan melebihi memperhatikan dirinya sendiri. Tapi apa yang terjadi, tiba-tiba tanaman itu terserang hama penyakit, habis tak tersisa. Hasil menghianati usaha bukan?

Selain dua cerita di atas, ada juga seorang teman perempuanku yang menjalin hubungan dengan kekasihnya. Sepanjang perjalanan mereka, aku tahu persis kalau keduanya bahagia dan saling mendukung satu dengan lainnya. Terlebih si perempuan ini yang sangat setia, mendukung kekasihnya untuk bersemangat skripsi, bersemangat bekerja paruh waktu. Menurutku, dia tipe perempuan yang bisa dibilang terlalu mencintai kekasihnya. Aku berpikir perempuan seperti itu akan mendapat akhir kisah yang indah. Tapi nyatanya, belakangan aku baru tahu kalau si lelaki tiba-tiba berpaling, memilih perempuan lain yang lebih mudah. Hasil menghianati usaha si perempuan bukan?

Sebab hal-hal di atas, aku memahami bahwa hasil bisa saja menghianati usaha. Karenanya, muncul rasa yang dinamai kecewa.

Hasil menghianati usaha adalah ujian

Seperti cerita-cerita di atas  hasil menghianati usaha dan berujung kekecewaan. Dan semua itu tentu merupakan ujian hidup yang harus kita jalani. Ibaratnya sekolah, kita pun harus diuji agar nantinya naik kelas. Bayangkan saja jika kita tidak pernah gagal, pasti di dalam diri akan lupa diri dan sombong.

Manusia wajib terus berusaha

Manusia memiliki kewajiban berusaha sebaik-baiknya. Terlepas dari memperoleh jalan mulus atau justru jalan buntu. Sebab penentu hasil adalah Tuhan yang Maha Segala-Nya. Tuhan mungkin kadang tak membiarkan usaha kita berbuah hasil yang kita inginkan. Tapi bukan karena Tuhan tak tahu, sebaliknya memang sedang menunggu agar kita memantaskan diri untuk mendapatkan apa yang kita maui. Atau Tuhan justru memang menjauhkan kita dari hal itu, sebab Dialah yang Maha Tahu. Dan yang perlu dipahami, usaha-usaha kita tersebut tidak akan hilang. Justru akan bermanfaat bagi diri kita sendiri suatu saat nanti.

“Dan barang siapa berusaha, maka sesungguhna usahanya itu untuk diri-Nya sendiri” QS. Al-Ankabut 69

Sesudah kesulitan akan ada kemudahan

Setelah mati-matian berusaha, dan ternyata hasil menghianati kita maka jangan cepat berputus asa. Jangan berhenti, sebab berhenti hanya membuatmu tak ingin lagi berusaha. Ambillah jeda sesaat, bernafas atau menangislah sekencang-kencangnya. Untuk kemudian kembali menjadi kuat dan berusaha lagi, berusaha hingga akhirnya berhasil.

Seperti tiga kisah hasil menghianati usaha di atas. Si teman yang tak bisa mengambil kedokteran lantas mengambil jurusan lain. Ia tak putus asa, lulus dengan predikat sempurna dan kini berrbahagia dengan profesi yang saat ini ia geluti. Pun dengan si penanam jagung di kebun kampus, ia kemudian berinovasi dan mencoba-coba tanaman lain. Dan tanaman yang ia rawat berbuah lebat. Tak ketinggalan di cerita terakhir, teman perempuan yang ditinggalkan kekasih yang sangat ia cintai. Ia telah bertemu lelaki baru yang kini menjadi suaminya. Mereka hidup bahagia dan terlihat saling mencintai di keluarga kecil itu.

Dari cerita-cerita di atas aku menyadari bahwa memang terkadang hasil bisa saja menghianati usaha. Tapi yang terpenting adalah manusia yang tidak boleh menghianati dirinya sendiri, tidak boleh berputus asa akan sesuatu yang diusahakan. Berusaha, dan teruslah berusaha tanpa menyerah. Sampai akhirnya hasil tak mampu lagi menghianati usaha kita.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan…”
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan….” (QS. Al Insyirah : 5-6)


Comments